KONTRIBUSI
SUPERVISI SEKOLAH
TERHADAP
PROFESIONALISME GURU
I. Latar Belakang
Proses
pendidikan secara umum diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari
persoalan hidup yang melingkupinya. Sehubungan dengan hal itu, Sekolah/Madrasah dituntut untuk dapat
mengembalikan fungsi pendidikan sebagai
alat untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan
ketertindasan yang dialami oleh masyarakat [1],
baik dari kebodohan maupun ketertinggalan. Pembelajaran saat ini masih banyak
diwarnai oleh penyampaian arus informasi dari Sekolah/Madrasah ke siswa secara
sepihak, yang akhirnya siswa terbebani banyak konsep informasi yang bersifat
vertikal, tanpa diberikan keleluasaan untuk berkreasi dan mengekspresikan
kemampuan berfikir secara mandiri. Hal
ini terjadi akibat keterbatasan
kompetensi yang dimiliki dan lemahnya kinerja pendidik, sehingga sulit mengembangkan diri. Masih
berkaitan dengan masalah peningkatan kinerja Sekolah/Madrasah di Sekolah/Madrasah,
faktor penting yang tidak dapat diabaikan adalah motivasi, keterbukaan
manajemen kepala Sekolah/Madrasah, dan pelaksanaan supervisi kepala Sekolah/Madrasah yang
ideal dan sesuai dengan langkah kerja yang benar.
Pendidikan
di Indonesia memerlukan perhatian
yang sangat serius, baik dari lembaga
pendidikan swasta maupun negeri, pemerintah, masyarakat dan seluruh “stakeholder”
pendidikan. Untuk mengimplementasikan tujuan pendidikan, terlebih di era
otonomi saat ini, kegiatan peningkatan kualitas pendidikan harus dilaksanakan
secara terencana, terprogram dan berkesinambungan oleh seluruh lini yang
terkait dengan pendidikan. Langkah konkrit yang harus
dilakukan yaitu dengan peningkatan kinerja Sekolah/Madrasah dalam
kaitannya dengan proses belajar
mengajar. Sekolah/Madrasah harus mampu menawarkan sekaligus mempraktekkan
konsep pembelajaran yang menarik, sehingga mampu mengantarkan anak didik ke
depan pintu kesuksesan. Kegiatan pembelajaran yang interaktif merupakan
terjemahan dan pengimplementasian dari
suatu bidang ilmu.
Kualitas
pendidikan merupakan kebutuhan sekaligus tuntutan yang hakiki untuk mencapai
tujuan pendidikan. Soebagyo Atmodiwirio menyatakan, apabila kita perhatikan
tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas), yaitu membentuk
manusia Indonesia seutuhnya dalam arti tersedianya sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas mampu mempertahankan dan mengembangkan manusia
Indonesia di tengah-tengah bangsa di dunia. Tanpa pendidikan yang berbobot dan
berkualitas, upaya mencerdaskan bangsa dan mengembangkan sumber daya manusia
seutuhnya sulit mencapai sasaran.[2]
Muchlas
Samani menyatakan, hasil belajar ditentukan antara lain oleh gabungan antara
kemampuan dasar siswa dan kesungguhan dalam belajar. Kesungguhan ditentukan
oleh motivasi yang bersangkutan. Oleh
karena itu sangat penting menumbuhkan motivasi belajar siswa.[3]
Supervisi
bertugas melihat dengan jelas
masalah-masalah yang muncul dalam mempengaruhi situasi belajar dan menstimulir Sekolah/Madrasah
ke arah usaha perbaikan. Supervisi merupakan layanan kepada Sekolah/Madrasah-Sekolah/Madrasah
yang bertujuan menghasilkan perbaikan instruksional, belajar dan kurikulum.
Kegiatan ini mempunyai konskuensi logis bahwa seorang Sekolah/Madrasah harus
siap disupervisi setiap saat, karena tujuan supervisi telah jelas. Jika Sekolah/Madrasah dan kepala Sekolah/Madrasah
telah memahami fungsi dan peran supervisi, maka problem pendidikan seruwet
apapun mudah dipecahkan. Keberhasilan Sekolah/Madrasah dalam peningkatan kualitas pembelajaran
merupakan keberhasilan “team work”/
bersama. Berdasarkan mutu yang dicapai tersebut, perlu dicari sistem
penghargaan (reward) yang tepat, hukuman (punishmant) yang
relevan, konsisten dan objektif terhadap kepala Sekolah/Madrasah dan Sekolah/Madrasah.[4]
II. Pembahasan
A.
Supervisi
1.
Pengertian Supervisi
Supervisi berasal
dari bahasa Inggris Supervision yang terdiri atas dua kata, yaitu super
dan vision. Kata ‘super’ berarti atas atau lebih, sedangkan ‘vision’ berarti
melihat atau meninjau. Jika digabungkan mengandung pengertian melihat dengan
sangat teliti pekerjaan secara keseluruhan.[5]
Supervisis pendidikan
merupakan bantuan yang sengaja diberikan supervisor (kepala Sekolah/Madrasah
dan pengawas Sekolah/Madrasah) kepada para guru dan staf (bawahan) untuk
memperbaiki atau mengembangkan situasi belajar mengajar termasuk menstimulir,
mengkoordinir, dan membimbing secara berlanjut pertumbuhan guru-guru secara
lebih efektif dalam membantu tercapainya tujuan pendidikan.[6] Suharsimi Arikunto menjelaskan, kegiatan pokok supervisi adalah
melakukan pembinaan kepada personil Sekolah/Madrasah pada umumnya dan khususnya
Sekolah/Madrasah, agar kualitas pembelajarannya meningkat. Sebagai dampak
dari meningkatnya kualitas
pembelajaran, diharapkan dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu
berarti meningkat pula kualitas lulusan Sekolah/Madrasah itu. . Suharsimi
Arikunto menyatakan, Supervisi diartikan sebagai “melihat dari atas”.[7]
Dengan pengertian tersebut maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh pengawas dan kepala Sekolah/Madrasah sebagai pejabat yang
berkedudukan di atas atau lebih tinggi dari Sekolah/Madrasah untuk melihat atau
mengawasi pekerjaan Sekolah/Madrasah.[8]
Dengan demikian, supervisi diartikan
sebagai penilaian atasan kepada bawahan
dengan kriteria benar salah, menakutkan dan berakhir dengan pemberian sanksi.
Pada saat ini supervisi lebih ditekankan
pada kegiatan pembinaan dan pengembangan orang yang disupervisi. Paradigma lama
yang menempatkan supervisi sebagai pengawas yang bertugas melakukan pembinaan Sekolah/Madrasah
sudah seharusnya digeser menuju fungsi problem solver dan inovatif yang lebih mengedepankan
pengembangan peningkatan proses belajar mengajar. Sebagaimana pernyataan
Suharsimi Arikunto, kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada
personil Sekolah/Madrasah pada umumnya dan khususnya Sekolah/Madrasah, agar
kualitas pembelajarannya meningkat. Sebagai dampak dari meningkatnya kualitas
pembelajaran diharapkan dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu
berarti meningkat pula kualitas lulusan Sekolah/Madrasah itu.[9]
Di
abad sekarang ini, dimana semuanya serba teknologi, akses informasi
sangat cepat dan persaingan hidup semakin ketat, semua bangsa berusaha untuk
meningkatkan sumber daya manusia. Hanya manusia yang mempunyai sumber daya
unggul dapat bersaing dan mempertahankan diri dari dampak persaingan global
yang ketat. Termasuk sumber daya pendidikan. Yang termasuk dalam sumber daya
pendidikan yaitu ketenagaan, dana dan sarana dan prasarana. Guru
merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran
institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan
harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut
kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen
pendidikan yang professional.[10]
Peningkatan mutu
pendidikan dimulai dari sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan
supervisor, yaitu orang ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi
terhadap guru. Perlunya bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam
kehidupan masyarakat. Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi
di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang
bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu
sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan
diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi
harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif.[11]
Supandi [12],
menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses
pendidikan.
a.
Perkembangan kurikulum merupakan gejala
kemajuan pendidikan.
Perkembangan tersebut sering menimbulkan
perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut
memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal
ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan
kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat
terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan
mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang
diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum,
masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih
harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai.[13]
Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan
di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi
tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
b.
Pengembangan personel
Pegawai atau karyawan senantiasa merupakan
upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi, Pengembangan personal dapat
dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung
jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya
dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab
pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan
kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode
mengajar, dan lain sebagainya.[14]
Kegiatan
supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh
kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal
tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti
dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena
kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses
pembelajaran.
Secara
umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran,
yakni:
a.
Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah
kepada guru-guru. Secara rutin dan terjadwal
Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi
kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran
yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung
ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk
rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang
dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan
leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru
(APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang
dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang
dilakukan guru.[15]
b.
Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah
kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja.
Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas
Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan
dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar maupun
menengah, Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan
supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi
sekolah,administrasi guru, majemen tata kelola dan sebagainya.[16]
2.
Tujuan Supervisi
Mengembangkan situasi belajar
mengajar yang lebih baik dengan meningkatkan profesi mengajar, memuat beberapa
tujuan.[17]
diantaranya:
a.
Membantu
pendidik menganalisa dengan jelas tujuan pendidikan.
b.
Membantu
guru menuju profesionalitas, dan kompetensinya.
c.
Membantu
guru dalam menerapkan metode-metode pembelajaran
d.
Membantu
guru dalam penyempurnaan administrasi mengajar.
e.
Membantu
guru dalam evaluasi dan penilaian pembelajaran
3.
Indikator Efektifitas Supervisi
a.
Dalam
pelaksanaanya supervisi harus demokratis dan kooperatif
b.
Supervisi
bersifat kreatif dan konstruktif
c.
Supervisi
yang scientific dan efektif
d.
Supervisi
yang dilaksanakan memberikan rasa aman bagi guru
e.
Supervisi
berdasarkan realitas
f.
Supervisi
membuka kesempatan untuk mengadakan self evaluation
B.
Profesionalisme Guru
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.10 Guru sebagai jabatan profesional
memegang peranan utama dalam proses pendidikan secara keseluruhan. Bahwa
mengajar adalah membimbing aktivitas belajar murid, agar belajar menjadi
efektif dan dapat mencapai hasil yang optimal maka aktivitas murid dalam
belajar sangat diperlukan dan guru harus meningkatkan kesempatan belajar siswanya.
Tatty S.B. Amran, seorang profesional muda mengatakan
bahwa “untuk pengembangan profesionalitas diperlukan KASAH”. Oleh karena itu
didalam pembahasan masalah pengembangan profesionalitas tidak akan terlepas
dari kata kunci tersebut yaitu : 11
1.
Knowledge
(pengetahuan)
sesuatu yang didapat dari membaca dan pengalaman.
Sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat dengan jalan
keterangan (analisis). Jadi pengetahuan adalah sesuatu yang bisa dibaca, di
pelajari dan dialami oleh setiap orang. Namun, pengetahuan seseorang harus di
uji dulu melalui penerapan di lapangan. Penerapan pengetahuan tergantung pada
wawasan, kepribadian dan kepekaan seseorang dalam melihat situasi dan
kondisi. Dalam mengembangkan
profesionalisme guru, menambah ilmu pengetahuan adalah hal yang mutlak. Guru
harus mempelajari segala macam pengetahuan, akan tetapi juga harus mengadakan
skala prioritas. Karena menunjang keprofesionalan sebagai guru, menambah ilmu
pengetahuan tentang keguruan sangat perlu. Semakin banyak ilmu pengetahuan yang
dipelajari semakin banyak pula wawasan yang di dapat tentang ilmu.
2.
Ability
(kemampuan)
Kemampuan terdiri dua unsur yaitu yang bisa dipelajari
dan yang alamiah. Pengetahuan dan
keterampilan adalah unsur kemampuan yang bisa dipelajari sedangkan yang alamiah
orang menyebutnya dengan bakat. Jika hanya mengandalkan bakat saja tanpa
mempelajari dan membiasakan kemampuannya maka dia tidak akan berkembang. Karena
bakat hanya sekian persen saja menuju keberhasilan, dan orang yang berhasil
dalam pengembangan profesionalisme itu ditunjang oleh ketekunan dalam
mempelajari dan mengasah kemampuannya. Oleh karena itu potensi yang ada pada
setiap pribadi khususnya seroang guru harus terus diasah. Seorang guru yang
mempunyai kemampuan tinggi akan selalu memperhitungkan segala sesuatunya, yaitu
seberapa besar kemampuan bisa menghasilkan prestasi profesionalisme di dapat
dari unsur kemauan dan kemampuan. Kemampuan paling dasar yang diperlukan adalah
kemampuan dalam mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu
seorang guu yang profesional tentunya tidak ingin ketinggalan dalam percaturan
global.
3.
Skill (keterampilan),
Keterampilan merupakan salah satu unsur kemampuan yang
dapat dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian
yang bermanfaat untuk jangka panjang. Banyak sekali keterampilan yang
dibutuhkan dalam pengembangan profesionelisme, tergantung pada jenis pekerjaan
masing-masing. Keterampilan mengajar merupakan pengetahuan dan kemampuan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas guru dalam pengajaran. Bagi seorang guru
yang tugasnya mengajar dan peranannya di dalam kelas, keterampilan yang harus
dimilikinya adalah guru sebagai
pengajar, guru sebagai pemimpin kelas, guru sebagai pembimbing, guru sebagai
pengatur lingkungan, guru sebagai partisipan, guru sebagai ekspeditur, guru
sebagai perencana, guru sebagai supervisor, guru sebagai motivator, guru
sebagai penaya, guru sebagai pengajar, guru sebagai evaluator dan guru sebagai
konselor.
4.
Attitude (sikap
diri),
sikap diri seseorang terbentuk oleh suasana lingkungan
yang mengitarinya. Oleh karenanya sikap diri perlu dikembangkan dengan baik.
Bahwa kepribadian menyangkut keseluruhan apsek seseorang baik fisik maupun
psikis dan dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh dari pengalaman.
Kepribadian bukan terjadi dengan tiba-tiba akan tetapi terbentuk melalui
perjuangan hidup yang sangat panjang.
Karena kepribadian adalah dinamis maka dalam proses kehidupan yang
dijalani oleh setiap manusia pun berbeda-beda. Namun karena setiap manusia itu
mempunyai tujuan maka dengan usaha yang sistematis dan terencana sesuai dengan
tujuan akhir pendidikan peran guru sangat menentukan sekali.
5.
Habit (kebiasaan diri),
Kebiasaan diri adalah suatu kegiatan yang terus
menerus dilakukan yang tumbuh dari dalam pikiran. Pengembangan kebiasaan diri
harus dilandasi dengan kesadaran bahwa usaha tersebut memutuhkan proses yang
cukup panjang. Kebiasaan positif diantaranya adalah menyapa dengan ramah,
memberikan rasa simpati, menyampaikan rasa penghargaan kepada kerabat, teman
sejawat atau anak didik yang berprestasi dan lain-lain. Menilai diri sendiri
sangatlah sulit. Kecenderungan orang adalah menilai sesuatu secara subjektif
dan bila menyangkut diri sendiri orang akan mencari pembenaran atas sikap
perbuatannya.
Oleh karena itu pendidikan harus difungsikan sebagai
upaya pengembangan potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut. Dan pandangan
diatas mengisyaratkan bahwa persoalan pendidikan adalah bagaimana memberikan
suasana yang kondusif bagi pengembangan etos kultural manusia, sehingga dalam
kehidupan riil dapat melakukan dialog dengan lingkungan sekitar. Oleh sebab
itu, pendidikan harus berperan dalam hal pengembangan potensi yang dikandung
manusia tersebut.
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya
minat dan perhatian siswa dalam belajar. Bakat yang terdapat dalam diri
seseorang merupakan suatu sifat yang relatif menetap. Dengan adanya
pengembangan terhadap profesi guru diharapkan dapat membangkitkan minat anak
terhadap belajar. Karena tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga
ia mau melakukan belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan
dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya.
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau keadaan seseorang atau organisme yang
menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan.
Dan motivasi adalah proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau
tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan
kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. 12
III. Kesimpulan
1.
Supervisi pendidikan
merupakan mekanisme yang diberikan supervisor (kepala Sekolah/Madrasah dan
pengawas Sekolah/Madrasah) kepada para guru dan staf (bawahan) untuk
memperbaiki atau mengembangkan situasi belajar mengajar termasuk menstimulir,
mengkoordinir, dan membimbing secara berlanjut pertumbuhan guru-guru secara
lebih efektif dalam membantu tercapainya tujuan pendidikan.
2.
Tujuan
Supervisi adalah Mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik dengan
meningkatkan profesi mengajar, memuat beberapa tujuan pendidikan yang
dicita-citakan sekolah/madrasah.
3.
Profesionalitas Guru memegang peranan utama dalam proses pendidikan
secara keseluruhan. Bahwa mengajar adalah membimbing aktivitas belajar murid,
agar belajar menjadi efektif dan dapat mencapai hasil yang optimal maka
aktivitas murid dalam belajar.
4.
Profesionalitas
Guru dikembangkan melalui beberapa unsure diantaranya, Pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, sikap diri, dan kebiasaan diri.
IV. Penutup
Alhamdulillahi
rabbil alamin dengan selesainya karya tulis ini semoga karya tulis ilmiah ini
bermanfaat bagi para pembaca maupun khususnya dunia pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Azyumardi Azra, Demokrasi Hak Asasi Manusia
dan Masyarakat Madani, Tim ICCE VIN, Jakarta, 2003
Cece
Wijaya, Tabrani Rusyan, Kemampuan
Dasar Guru Dalam
Proses Belajar Mengajar, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000
Departemen Pendidikan Nasional, Petunjuk
Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar, Jakarta: Depdiknas. 1997.
Fuad
Fakhruddin, Mukti Bisri,Standar Pelayanan Minimal Madrasah Tsanawiyah, Jakarta:
Departemen Agama RI, 2005
Muchlas
Samani, Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdikbud, 1999
Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi
Guru Profesional, Yogyakarta
: Prismasophie, 2004
Mukti Bisri, Standar
Pelayanan Minimal Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI, 2005
Piet
A. Sahertian, Profil Pendidik
Profesional, Yogyakarta : Andi
Offest, 1999
Sahertian, Piet A. Konsep-Konsep dan Teknik
Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta. 2000
Sahertian, Piet A., Konsep-Konsep dan Teknik
Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Rineka Cipta, 2000
Soebagyo
Atmodiwiro, Manajemen Pendidikan Indonesia, cet.I, Jakarta: Ardadizya
Jaya, 2000
Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar supervisi, Jakarta: Rineka cipta, 2004
Supandi,
Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama
Universitas Terbuka. 1996
Usman, Moh Uzer, Menjadi Guru Profesional,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
KONTRIBUSI
SUPERVISI SEKOLAH
TERHADAP
PROFESIONALISME GURU
Karya Tulis Ilmiah
Disusun Guna Memenuhi Persyaratan
Kenaikan Pangkat
Dari Golongan IVa Ke Golongan IVb
Disusun Oleh:
NURYATIN, S.Ag
NIP. 19696101990021001
PENGAWAS PENDAIS WILAYAH KRAGAN
KANTOR
KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN
REMBANG
JAWA
TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
KEMENTERIAN AGAMA
KANTOR KABUPATEN REMBANG
Jalan Pemuda Km. 3 Telpon / Fax (0295)
691016
REMBANG 59218
PENGESAHAN
Nomor: ……….…./…………………/……….
Kepala kantor
Kementerian Agama Kabupaten Rembang telah mengesahkan Karya
tulis Ilmiah saudara:
Nama : Nuryatin, S.Ag
NIP : 19696101990021001
Tempat : Pendais Wil. Kragan
Tanggal : 15 September 2011
Judul : KONTRIBUSI
SUPERVISI SEKOLAH TERHADAP
PROFESIONALISME GURU
Dan memenuhi sebagai salah satu
Persyaratan Kenaikan Pangkat/Golongan di jajaran
Kementerian Agama
Rembang,15 September 2011
Mengetahui
Ketua POKJAWAS Penulis
Drs. H. Ibnu
Hajar Nuryatin, S.Ag
NIP. 150190781 NIP. 19696101990021001
Disahkan Oleh
a.n. Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Rembang/
Kasi Mapenda
Drs. H. Atho’illah
NIP. 196211011991031002
[1] Azyumardi Azra, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, Tim ICCE VIN, Jakarta, 2003, h.219.
[2] Soebagyo
Atmodiwiro, Manajemen Pendidikan Indonesia, cet.I, Jakarta: Ardadizya
Jaya, 2000, h.29
[3] Muchlas
Samani, Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdikbud, 1999, h.145
[4] Soebagyo, Op.Cit.,
h.201
[5] Sahertian, Piet A., Konsep-Konsep dan Teknik
Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h.7
[6] Fuad
Fakhruddin, Mukti Bisri,Standar Pelayanan Minimal Madrasah Tsanawiyah, Jakarta:
Departemen Agama RI, 2005, h.62.
[7] Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar supervisi, Jakarta: Rineka cipta, 2004, h.23
[8] Ibid.,h.24
[9] Ibid., h.24
[11] Sahertian, Piet A. Konsep-Konsep dan Teknik
Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta. 2000,h.20
[12] Supandi,
Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama
Universitas Terbuka. 1996, h. 252
[13] Ibid,
h. 253
[14] Ibid,
h. 254
[15] Departemen Pendidikan Nasional, Petunjuk
Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar, Jakarta: Depdiknas. 1997.
[16] Ibid.
[17] Mukti Bisri, Standar
Pelayanan Minimal Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depag RI, 2005, h.63
10 Muhamad Nurdin, Kiat Menjadi
Guru Profesional, (Yogyakarta
: Prismasophie, 2004), hlm 4.
11 Cece Wijaya, Tabrani
Rusyan, Kemampuan Dasar Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), hlm 11
12 Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta : Andi Offest, 1999), hlm.
29.